Open Data dan Privasi


Pernah dengar dengan istilah Open Data?

Saat ini kepikiran aja mengenai masalah Open Data dengan privasi. Sebenarnya saya mendukung data yang terbuka, karena mudah dimanfaatkan. Tapi mudah dimanfaatkan, dapat berarti mudah disalahgunakan. Sebagai contoh adalah data DPT dari KPU.

Mungkin sebenarnya tidak ada maksud dari KPU untuk membuat data tersebut terbuka. Tapi tetap saja, data tersebut dapat dengan mudah di-crawl. Syukur kalau dimanfaatkan untuk hal yang positif (misal, data mining). Tapi kalau digunakan untuk sarana SMS mama papa? *doh*

Saya sendiri sebenarnya sedang melakukan crawling terhadap data tersebut. Mungkin dapat digunakan untuk data machine learning yang kelasnya sedang saya ikut di coursera. *Iye, gw baru ngikutin, kenape emangnya?*
Walau mungkin tidak relevan dan tidak dapat digunakan. Tapi yang namanya informasi itu pasti mahal. Agak takut sih, sebenarnya. Tidak tahu apakah ada UU yang menetapkan web crawling menjadi pelanggaran. Harusnya sih ga masalah. Salah programmernya web KPU dong, kenapa ga mikirin aspek ini. Harusnya ga boleh dengan mudah di-crawl. Tapi ya sudahlah. Setidaknya tidak ada data yang benar-benar sensitif, selain lokasi tempat tinggal dan sekian digit NIK.

Semoga hardisk saya cukup untuk menampung datanya (perkiraan butuh 30GB), dan semoga internet baik-baik saja selagi melakukan crawling. Kode yang digunakan sangat bruteforce, karena pola yang terlalu simple untuk melakukan crawling.

Dan semoga besok ga tiba-tiba ada FBI (Folisi Bangsa Indonesia *maaf*) yang menggrebek.

Kisah Propemgraman


Ini adalah sebuah tulisan yang berusaha ditulis se-absurd mungkin untuk menjadi puisi. Mungkin dapat menjadi obat tidur bagi teman yang membaca. Kalau ada kritik silahkan, biar dibuat makin absurd. Oh iya, judulnya tidak typo.

—————————————————————————

Detik berlalu, namun ku tetap terpaku
Tanganku kaku menatap layar, tulisan putih diatas hitam
Sungguh, kumenunggu kompilasi yang tak kunjung selesai
Saat kau muncul dan berteriak,
Mana titik koma?!!

Kuubah dan kuketik lagi perintah kompilasi
g++, gcc. fpc, etc.
Kuingat kucatat dan kuhapal arti tiap perintah
Paksaan untuk ditulis dalam makefile
Tapi kemudian kumenyerah dan kopas saja yang lama

Itu dulu.
Kini kukenal eclipse dan netbeans
Leksikal, semantik analisis mewarnai merah
Cegah ku hilang titik koma
Walau sungguh tak kumengerti apa yang terjadi
Saat F6 dan F9 tak bekerja

 

Kini ku beranjak remaja
Kumengenal kisah seorang pekerja
Bosnya hanya bisa menyuruhnya kerja
Tanpa sepengetahuan bosnya, pekerja akan melukis
pekerja akan bernyanyi, agar pekerja selesai bekerja.
Kisahnya bernama enkapsulasi.

Kukenal dengan cerita tentang kendaraan yang abstrak
Ia pasti dapat berjalan, dan punya mesin.
Tapi realisasi yang tentukan cara berjalan
Dengan roda atau dengan sayap
Kisahnya bernama abstraksi

Akupun punya cerita
Tentang kesatria segala bisa
Saat perang ia menjadi jendral
Saat belanja ia menjadi pedagang
Mengubah diri sesuai dengan situasi
Kesatria itu bernama polymorphism

 

Kini ku beranjak dewasa
Belasan kelas telah kutulis
Tapi ku masih butuh ratusan lagi
Hingga kukenal dengan pustaka
Hap hap hap. Belasan pustaka terlahap.

Tapi pustaka satu ini sungguh menyakiti
Karena dia butuh pustaka A yang butuh pustaka B yang butuh pustaka C yang butuh pustaka D huaaaah
Saat itulah google bercahaya dengan harapan
menaut maven saudara ivy, menjadi penyelamat programmer
Solusi atas masalah ketergantungan pustaka.

 

Kini ku sudah tua
Tak kupersoalkan lagi hal-hal kecil
Aku hanya ingin semuanya cepat selesai
Semuanya harus efisien!
Djikstra, KNP, DP, Bellman-Ford, RBT,
Si A si B si C aku tidak peduli!
Yang penting N log N! karena kutak lagi muda

Kuajak teman-temanku yang lain
Bekerja dalam cluster secara paralel
Membagi masalah hingga kecil dan mudah
Setiap teman punya tugas masing-masing
Message Broker, Map Reduce, Elastic Search,

 

Kulupa kutaklagi di dunia
karena telah berada di awan.

 

The Fault in Our Stars


http://www.imdb.com/title/tt2582846/

Fault in Our Stars

First of all, I watched the movie, not read the book. POV I give will be based on the movie. Overall, it’s a decent movie. If you are melancholic person, I recommend it. If you are ignorant, you should watch it. But if you are easily depressed, you should only watched it in a happy condition, with happy and optimistic friends. It’s an anticipation to make you will still be able to do something productive on the next day.

No, the movie is not that gloomy. You will never tell yourself, “he should have done this, she should have done that” that make you depressed and screaming to the sky (yep, totally different with the latest Transformer). I think the story written quite flawless, you can understand the characters, hence you can easily immersed to the story and held captive.

There are some parts that interesting for me. I am going to describe it started from the most interesting.

 

Middle of sentence ending

It’s about a book that ended with half finished sentence. It’s an interesting idea, but totally overkill. There are many books that ended with many things not being told. Often it given to reader to fill it with their imagination, or there will be another sequel. A really really good book will give a satisfied ending, a balance between the unknown and the known, that tickle readers imagination to fill it with their own version.

But still, it’s an interesting idea. And it can’t be applied to many context, only in story that have tragic ending, where the story teller died at the end of story.

 

“Some infinities are bigger than other infinities.”

The simple example given to explain it was, real numbers between 0 and 1, vs  real numbers 0 and 2. Both are infinite, but intuition will make real numbers between 0 and 2 seems more than between 0 and 1.

It’s an interesting concept, but infinities are infinities and by concept it’s boundless. (Although there is something called continuum hypothesis)

Still, moral of the story, what given to you is boundless, when you asked for something, you are actually asking to increase the bound of the boundless. I mean, say thanks for what you have, you already have so many things, you know. Oh, it doesn’t mean you can’t ask, don’t misinterpreted it.

 

“Pain is to be Felt “

(or something like that)

I don’t know about you, but pain is perfectly okay in life. No matter who you are, life will go up and down, there will be joy and pain. With pain, you understand joy. With failure, you able to undestand success.

Also, pain is really need to be felt. DON’T RUN AWAY from the pains. Quote from another book, “Embrace the pain”. When you are able to past the pain, you will be able to  grow up. Like my love often said, you need to pass the exam before able to take the next level and the next step.

 

“Some people don’t understand the promises they’re making when they make them”

It’s just a reminder for me. My reaction is, it’s not I don’t understand, but I think I understand. Well, I still think it’s better to try than to give up.

 

Weak Resolve


Often, I think myself have a weak resolve.

It’s the third time I promise I’ll consistently write something in my blog. But you know what? Human is weak. It’s okay for them to have failure. You just need to try it again. People always saying failures is part of success. The important thing is to not give up because of one failure.

It’s not about mistake, but it’s about learning. Don’t give a same context for them. When you heard “donkey never fall to the same hole”, don’t be discouraged to try something that you have tried and failed. Donkey’s problem is different with human problem.

It’s in human nature to make mistakes and mistakes before he can fully understand. Not just causally understand, “I should not move that way because I will fall to hole”, but totally understand, “There is a hole there, it’s 5m deep and 2m width, I can use rope if I want to go in, and I can step aside to move past it. But the hole is created to trap wild animals, not to hide from enemy, so I should get away from here fast”.

In the end, don’t afraid to try something, whether it’s the first or second try, just because you don’t want to make mistake. It’s always better trying to do something instead of doing nothing.

Analisis Kejadian KM-ITB vs Jokowi


Disclaimer: Ini adalah delusi dan halusinasi pikiran saya. Anggap sebagai fiksi, kesamaan nama, tempat, dan lain-lain adalah akibat pengaruh dunia nyata.

 

Jadi saya terlibat dengan kejadian hari ini di kampus mengenai kehadiran Jokowi untuk kuliah umum. Sebenarnya saya sangat malas dengan politik, karena penuh dengan intrik. Bagi yang sering membaca novel dengan latar belakang kerajaan, mungkin mengenal istilah Game of House.

Ceritanya Jokowi diundang pada beberapa minggu / bulan yang lalu untuk memberikan kuliah umum. Namun beliau berhalangan dan baru bisa hadir hari ini, pada saat yang sama dengan penandatanganan MoU antara ITB dan Jakarta.

Ada 2 hal yang bisa dilihat disini, Jokowi sengaja menunda dan “memilih kesempatan yang lebih tepat”, atau memang berhalangan. KM-ITB, yang menekankan “Tolak Politisasi Kampus”, atau “Sikap Netral Politik” atau apapun itu namanya, tidak ingin melepaskan kemungkinan pertama karena waktu sekarang adalah masa kampanye politik. Dengan bersenjatakan peraturan KPU 15/2013 Pasal 17 ayat 1 poin a yang berbunyi sebagai berikut:

“Alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya yang dipasang untuk keperluan Kampanye Pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu.”

Dengan definisi alat peraga kampanye di Pasal 1 ayat 22:

“Alat peraga kampanye adalah semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya yang dipasang untuk keperluan Kampanye Pemilu yang bertujuan mengajak orang memilih Peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPD dan DPRD tertentu.”

Jika kita melihat definisi tersebut, apabila Jokowi menyampaikan visi, misi atau program atau informasi apapun yang menjadi kepentingan kampanye, Jokowi adalah alat peraga kampanye.

KM-ITB menekankan untuk menolak politisasi kampus. Namun, menurut saya KM-ITB kurang bijak dalam menangani hal ini. KM-ITB terang-terangan berdemo dan menekankan hal tersebut, seakan-akan yang ditolak adalah Jokowi. Padahal dalam rangkaian acara Jokowi akan memberikan kuliah umum mengenai tata kota Jakarta. Walaupun mungkin Jokowi memang “memilih kesempatan yang lebih tepat” untuk memberikan kuliah umum. Sikap netral berubah menjadi Sikap Anti Jokowi.

Jokowi yang mungkin menunda kuliah umum dan memilih kesempatan  yang lebih tepat menurut saya normal dalam politik, atau Game of House. KM-ITB sayangnya tidak bisa melakukan permainan yang sama, ya toh menolak politisasi kampus, ya mana ngerti yang namanya permainan politik. Sikap netral bukan dengan berdemo dan berteriak menolak di depan Jokowi. Menurut saya, sikap netral adalah mencegah (dalam artian, jangan berikan kesempatan Jokowi memberikan kuliah umum), atau jika sudah terlanjur basah (karena sudah diberikan undangan atau tidak bisa dicegah) dengan mendengarkan tapi tidak memberikan janji.

Lagian seandainya Jokowi datang, kemudian memanfaatkan kesempatan untuk berkampanye, secara tidak langsung Jokowi telah melanggar peraturan KPU tersebut, karena telah menjadi alat peraga kampanye. Lawan politik Jokowi seharusnya memilih langkah ini dan melaporkan ke KPU, karena menurut saya lebih cantik. Walaupun cara ini riskan, karena apabila Jokowi dapat menyampaikan kuliah dengan baik, besar kemungkinan citranya malah akan meningkat. Lawan politik yang takut mungkin lebih memilih untuk mencegah dengan segala cara agar Jokowi tidak memberikan kuliah umum.

Saya bukan mahasiswa yang aktif di KM-ITB. Tapi saya sempat mendengar demo yang dilakukan oleh KM-ITB di gerbang selatan ITB. Saya tidak mendengarkan isi apa yang mereka demokan, karena penyampaiannya penuh teriakan dan seakan marah. Siapapun akan menganggap bahwa mereka menolak kehadiran Jokowi walaupun sebenarnya menolak politisasi kampus. Kenapa harus berteriak sih? Apakah spanduk yang kalian bentangkan itu tidak bisa dibaca sama orang? Kenapa harus menghadang mereka masuk sih? Apakah di mobil ada alat peraga kampanye? Ada stiker PDI-P? Ada tulisan visi misi Jokowi? Kenapa melakukan sesuatu yang alasannya tidak jelas? Disini menurut saya KM-ITB melakukan langkah yang salah dengan menghadang dan melarang Jokowi berbicara, karena telah menjadi tidak netral, tetapi menjadi pihak yang menolak Jokowi berbicara di kuliah umum.

Lain halnya apabila KM-ITB (atau pihak di belakang KM-ITB, tidak menutup akan kemungkinan ini – baca footnote) tidak ingin citra Jokowi naik, maka Jokowi tidak berbicara adalah harga mati.

Apa yang dilakukan Jokowi? Menurut saya langkah balasan Jokowi adalah tindakan yang baik, yang membuat saya mengerti kenapa Jokowi ditakuti oleh lawan politiknya. Jokowi datang ke kuliah umum, kemudian menyapa, kemudian pergi, dan meninggalkan kesan, “Saya sudah hadir loh, tapi ada yang diluar takut saya malah berpolitik di sini, padahal mau nyampain kuliah tentang tata kota Jakarta.” Jokowi tetap berhasil menaikkan citranya (dengan datang, dan membuat peserta kuliah umum yang hadir kecewa karena demo di luar), tetapi pihak di belakang KM-ITB (let’s say AntiJ) juga berhasil mencegah kenaikan citra yang lebih besar apabila Jokowi berhasil menyampaikan kuliah umum tanpa menurunkan citra-nya sendiri. KM-ITB? Menjadi pihak dengan citra yang turun dan diperalat dengan demo kekerasannya.
1 untuk Jokowi, 1 untuk AntiJ, 0 untuk KM-ITB.

 

footnote:

KM-ITB, dengan sikap netral dan menolak politisasi kampus membuat mahasiswa enggan berpolitik. Hal ini mungkin dianggap bagus oleh banyak “House”, karena mahasiswa dari golongan commoner, dan “House” adalah noble. Walaupun mahasiswa mungkin memiliki kemampuan yang lebih, tapi noble tidak ingin kerajaan mereka diambil alih. Bangsawan mana yang ingin diperintah oleh rakyat jelata? Sikap anti politik ini membuat mahasiswa mudah diperalat. Commoner menjadi bawahan noble karena mereka tidak mengerti dan tidak punya resource. Mahasiswa tetap akan menjadi commoner selama tidak mengerti walaupun punya resource, karena dengan gampang resource itu akan hilang karena lugunya mereka.

Akhirnya Memenuhi Janji untuk Memulai Menulis Lagi


Kalau melihat trend, umumnya saya rajin menulis pada bulan Maret – Juni. Tapi tidak tahun ini. Atau mungkin begitu juga pada tahun ini, namun karena saya membuat 3 blog lain dan menulis disana, sehingga tidak begitu terlihat aktifitas di blog ini. Ya sudahlah.

Sekarang mulai mencoba untuk menulis lagi secara rutin, dengan teratur, baik rutinitas maupun alur konten. Pembiasaan untuk mengemukakan ide dengan alur yang baik sehingga bisa lebih mudah dimengerti oleh orang lain. Rencananya sih begitu, tapi mari kita lihat saja nantinya bagaimana, dan mari berharap yang terbaik.

Let’s see. Mungkin untuk tulisan pertama setelah sekian lama, saya akan menceritakan mengenai akademik saya di semester lalu dan kegiatan saya di masa liburan.

Semester lalu berjalan dengan cukup lancar. Sangat baik malah, terbaik kedua setelah semester pertama. Hanya dua minggu “masalah”, dan “hanya” satu tugas bermasalah. Terima kasih untuk teman-teman dan dosen yang membantu menarik saya kembali ke dunia. Pada awalnya semua terasa berat, bukan karena susah, tapi karena penyesuaian kembali setelah sekian lama vakum. Bahkan teman saya ada yang bilang salut, karena bisa kembali. Mungkin karena saya “mudah lupa”, sehingga susahnya tidak sangat susah.

Menulis ini membuat saya memikirkan keengganan saya untuk membanggakan sesuatu, atau menggembar-gemborkan sesuatu. Seakan-akan saat saya membanggakan atau menceritakan sesuatu, besoknya saya terbangun dan ternyata sudah tidak memiliki lagi hal yang saya banggakan. Tapi ya sudahlah, mari kembali ke topik.

Semester lalu saya mengambil 18 SKS. Agama, Intelegensia Buatan, Sosif, GPGPU, MPPPL, KI, dan TA 1.

Agama, yang merupakan kali keduanya saya mengambil karena pada kesempatan pertama saya tidak ikhlas mengikutinya. Intelegensia Buatan, yang juga merupakan kali kedua saya mengambil, karena ada komponen nilai yang bernilai nol. Sosif, yang dihabiskan dengan membuat ringkasan kuliah umum.

Lalu GPGPU, mata kuliah elektro, yang iseng saya ambil karena katanya tidak terlalu berat. Mata kuliah ini tidak banyak memberikan materi di kelas, tapi lebih sekedar membuka wawasan, dan kemudian mengalihkan semua bobot sks untuk melakukan eksplorasi. Pada eksplorasi yang lalu saya mencoba menggunakan OpenGL dan Ogre3D. Eksplorasi ini menyebabkan saya mengenal lebih jauh mengenai pemrograman 3D, tapi masih terkendala pada model yang bisa digunakan untuk mencoba eksplorasi.

MPPPL merupakan mata kuliah yang “tidak biasa” saya ambil. Tapi karena saya lagi tertarik dengan design dan pattern, MPPPL menjadi pilihan yang menarik. Pilihan saya 50% tepat sasaran, karena pada awal kuliah materinya masih sesuai harapan, namun di akhir menjadi semakin abstrak. Terutama tugasnya, sangat abstrak. Hal yang paling menarik dan penting menurut saya adalah AOP (Aspect Oriented Programming). AOP merupakan pattern yang powerful karena bisa menyatukan kode yang berserakan di berbagai tempat yang disebabkan karena penggunaannya berdasarkan aspek yang diperhatikan.

KI, mata kuliah “gratisan” yang katanya cukup mengerjakan tugas akhir berupa makalah. Topik makalah harus sudah disetujui oleh dosen terlebih dahulu. Walaupun  materi dan pemberi materinya menarik, namun karena kelonggaran ini membuat saya tidak serius dalam melaksanakannya. Bahkan saya baru kemaren mengumpulkan tugas yang seharusnya sudah melewati deadline resmi 3 bulan yang lalu. Tapi saya pernah menanyakan kepada si dosen 2 bulan yang lalu, deadlinenya kapan, dan dibalas selagi nilainya masih T dan belum otomatis berubah menjadi E, jadi ya sudahlah, berhasil dikumpulkan dan dikerjain kok.

TA. Ya kita bahas di lain waktu saja.

Masa kuliah pun berakhir. Setelah itu saya langsung liburan ke Jogja selama sekitar 2 minggu. Sepulangnya saya melaksanakan KP di tempat Petra, di Urbanindo. Sembari KP saya juga mengambil semester pendek 5 SKS, Sejarah desain dan Sistem Kendali.

Sejarah Desain merupakan mata kuliah gratisan, cukup hadir atau titip absen, dan kerjakan UAS yang biasanya merupakan tugas dan tidak berkaitan dengan materi yang disampaikan. Materi kuliah bahkan sering kali mengocok perut, ditambah lagi dosennya….gila.

Sementara Sistem Kendali merupakan mata kuliah elektro yang seharusnya tidak diambil oleh anak Informatika, karena tidak memiliki dasar yang kuat seperti Laplace dan perumusan lain. Saya tetap nekat mengambil mata kuliah ini karena kata teman saya trik untuk lulus (ya, saya cuma mengincar lulus) adalah membuat catatan tiga buku, kehadiran yang cukup, dan mengerjakan uas / uts. Karena KP, kehadiran saya pas-pasan di mata kuliah ini. Bahkan saya tidak mengikuti uts karena tidak tahu dan tidak terbiasa dengan jadwal semester pendek dan bentrok dengan seminar TA 1. Uas bahkan saya tidak mengerti jawabannya. Saya mengisi lembar jawaban bermodalkan wolfram alpha yang sangat canggih sehingga semua tulisan berbentuk rumus di soal bisa berubah menjadi grafik yang sepertinya diminta oleh soal. Ya sudahlah, udah lulus dari mata kuliah itu.

Di Urbanindo sendiri, saya bersama Mirza dan Abid selama 2 bulan melaksanakan KP. Yang saya pegang adalah automation dan continous integration. Kalau mau dijelaskan dalam satu paragraf, setiap commit bisa langsung dideploy di test-server dan kemudian bisa di-test oleh siapapun, yang kemudian bisa dideploy ke production server dengan satu tombol atau satu baris CLI. Selain itu saya juga memodifikasi infrastruktur sistem sehingga bisa menggunakan lebih dari satu server.

Terlihat lumayan ya? Ya sudahlah.

Papandayan, 2665 dpl. #2 – 9 Maret 2013


Ini merupakan cerita kedua dari dua post. Cerita sebelumnya dapat dibaca di sini

Pada saat sampai di pos pertama, kami istirahat di warung yang ada. Sambil makan-makanan kecil, kami mendiskusikan apakah langsung naik atau istirahat dulu dan mulai naik pada saat subuh. Setelah bediskusi kami memutuskan untuk memaksakan naik karena ingin mengejar sunrise. Aku dan Restu kemudian mendaftar ke pos. Di sana membayar uang pendaftaran Rp. 2000/org, Rp.10.000/motor untuk biaya parkir, dan Rp. 10.000 biaya sukarela agar pas Rp. 50.000. Di pos kami diwanti-wanti agar tidak langsung naik. Namun demi mengejar sunrise, kami tetap ngotot.

Pukul 02.00 kami memulai pendakian. Tidak lama berjalan, kabut mulai turun. Kami pun berhenti di tempat yang agak lapang dan kemudian saya dan Lio memfoto bintang di langit. Hasilnya bisa dilihat di sini. (Entah kenapa saya merasa tanpa sengaja memfoto satelit atau ufo di salah satu foto. Atau itu mungkin hanya permainan cahaya)

Sambil mengambil foto, kami bercerita, seperti umumnya malam-malam pendakian walaupun hanya ditemani cahaya bintang tanpa api unggun. Sejam berlalu. Kami pun turun karena kabut masih tetap belum naik.

Di bawah, kami istirahat di warung. Pukul 4.45, aku dan Sigit sholat Subuh. selesai sholat, kami membangunkan teman-teman yang lain dan segera packing untuk mengejar sunrise. Pada saat itu Oki panik karena hapenya hilang. Hilang di dalam tas. 15 menit pun berlalu sia-sia. Packing kembali dilakukan. 5.20 kami mulai perjalanan naik.

Emang sudah terlambat sih. Tapi lebih baik daripada tidak melihat sama sekali. Sepanjang perjalanan naik kita banyak foto-foto. Bisa dilihat di sini, dan di sini.

Kami berjalan menuju pondok salada. Sesampainya dipondok salada, kami lalu membentang alas untuk duduk dan memulai persiapan memasak. Saat ingin menyalakan kompor, sadarlah kami kalau gas ketinggalan di pos pertama. Sepakatlah kami untuk menyalahkan okihita karena hapenya hilang di dalam tas dan membuat packing menjadi terburu-buru.

Kami lalu meminta tolong salah satu camper disana untuk meminta gas. Dan kami lalu diajak makan bareng. Sambil bercerita-cerita, taulah kami kalau ternyata salah satu camper tersebut adalah admin @infopendaki. (Harusnya minta tanda tangan nih)

Jam 9 pagi, kabut mulai turun. Kabut ini berasa seperti hujan. Kami pun menunggu hujan reda sambil bercerita dengan mas admin. Saya juga sempat mengambil foto laba-laba di pondok salada ini. Haha.

Jam 10 kami meneruskan perjalanan. Awalnya kami ingin langsung turun melalui jalur hutan mati. Namun di tengah perjalanan kami melihat petunjuk jalan menuju puncak. Karena tidak melihat petunjuk jalan untuk turun, kami pun naik ke tegal alun, yang katanya puncak di papandayan. FYI, kalo ditanya yang mana yang puncak di papandayan, jawabannya either tegal alun, atau kamu dilecehkan dengan perkataan “hah, puncak? Bingung juga puncak papandayan yang mana”. Tapi kalo kata bang Dani masih ada lagi puncak diatas tegal alun. Haha.

Sekitar jam 11 kami mencapai tanjakan Maman. Wah, suram lah ini tanjakannya. Untungnya tidak begitu panjang. Tegal Alun pun dicapai. Semua kesan dan pesan terakhir divideokan disini (seakan-akan mau mati aja pake pesan terakhir). Bahkan oki mengungkapkan ************* (sensored).

Setelah selesai foto dan bervideo, kami langsung turun. Waktu yang dibutuhkan untuk turun ke tempat kami memutuskan menuju Tegal Alun 2x lebih cepat jika dibandingkan dengan waktu untuk naik. Sekitar pukul 14.15 saya dan sigit sudah mendahului restu, oki dan lio, karena ingin buru-buru sholat dzuhur.

Di bawah (pos pertama), kami beristirahat sambil packing selama 1 jam. Sekitar pukul 15.30, kami berangkat pulang menuju Bandung. Di tengah pejalanan, sekitar pukul 19.00, saya bertukar dengan restu untuk membawa motor. Apa daya, harga diri harus ditelan, daripada bawa motor trus ketiduran di jalan. Bahkan jadi penumpang sempat ketiduran, Restu ampe mencak-mencak bawa motor :P. Pukul 21.00, kami sampai di Bandung dengan selamat.

Last word.

Papandayan, 2665 dpl. #1 – 9 Maret 2013


Akhirnya, setelah sekian lama keinginan naik gunung muncul lagi, kemaren naik ke papandayan. Sebenarnya tidak banyak sih gunung yang udah aku daki. Bahkan dengan ingatanku yang sepatah-sepatah ini aku tidak tahu apa aja yang udah aku daki. Cerita ini akan dibagi menjadi 2 post. Post pertama akan menceritakan bagian pra-perjalanan dan perjalanan menuju pos pertama papandayan. Post kedua akan menceritakan pendakian papandayan dan perjalanan pulang.

Jadi ceritanya Restu mengajak untuk naik ke Papandayan melalui media grup facebook. Berhubung aku dengan media sosial sedang tidak mesra, aku tidak tahu dengan pengumuman itu. Kemudian sekitar 3 minggu sebelum hari H, aku diajak pas ketemu di…..entah aku ga ingat ketemu dimana, pokoknya diajakin aja. Langsung diiyain. Trus ngajak-ngajak temen SMA juga, soalnya canggung kalau cuma kenal ama Restu (aku kan ceritanya cuma tau Restu dan teman-temannya yang naik) wah, tim jalan-jalan Nithron bandung pun udah semangat dan iya-iya aja. Semakin oke kan. Trus H-7, saat konfirmasi, eh ternyata temen SMAnya ga bisa. 😐 Okai. Tapi saat itu aku udah tau sih kalau ternyata Lio juga ikutan. Trus udah ngajak-ngajak temen yang aku kenal juga untuk naik. Ya udahlah ya yang penting aku tetep naik.

H-6, acara diundur, karena waktunya bersamaan dengan Amazing Race yang seharusnya dilakukan pada H-7. Okai, acara diundur, tanya lagi temen-temen SMA, eh jawabnya jadi iya lagi karena tanggalnya cocok. Seminggu kemudian, (H-7 lagi), konfirmasi lagi, eh ternyata tanggal segitu ada job fair, temen SMA jadinya lebih milih itu deh. Ada satu yang oke, tapi karena cuma kenal ama aku, jadinya dia males karena canggung. Akhirnya dari SMA aku pun cuma aku yang jadi. Temen-temen yang lain pun mulai berguguran. Emang naik gunung itu butuh kemauan keras, ga hanya pada saat pendakian, pada saat mengajak orang juga berat.

Akhirnya, hari H (Jumat, 9 Maret 2013). Tim beranggotan 5 orang, aku, lio, restu, sigit dan okihita. Banyak yang tidak sesuai rencana, misting ga ada, gas ga ada, bahkan Restu tidak bawa logistik. Karena cuma berlima, dan kami memiliki 3 motor, maka kami pun memutuskan untuk naik motor, walau 2 motor sudah tidak tahu kapan terakhir diservis. Kami pun berangkat jam 18.10 dari parkiran sipil ITB. Saat itu aku belum sholat magrib, gara-gara ada yang lagi sensi dan pengen buru-buru. 😛

Perjalanan menuju Garut pun dimulai. Kami menuju Garut karena hanya tau kalau harus menuju Garut, kemudian dari Garut pergi ke Cisurupan. Pada pukul 19.30, di daerah Cibiru, kami makan malam, dan kemudian mengisi bensin. Pada saat mengisi bensin aku pun sholat Isya dijamak Maghrib. Perjalanan menuju Garut memakan waktu sekitar 2.5 jam. Berhubung sebelumnya aku sudah cukup sering ke Garut makanya bisa dicapai dalam waktu yang tidak begitu lama. Kemudian kami menuju Cisurupan. Sesungguhnya kami berlima tidak ada yang tau Cisurupan itu berada dimana. Bermodalkan navigasi GPS dari iphone, kami menuju Cisurupan dari Garut. Map yang digunakan adalah google map, karena apple map bahkan tidak bisa menunjukkan lokasi cisurupan.

Perjalanan berjalan lancar. Lalu kemudian kami ditunjukkan jalan tanah oleh GPS. Karena cuma tau arahnya melalui jalan tersebut, kami pun memasuki jalan. Hingga ditengah perjalanan di jalan tanah tersebut sinyal GPS menghilang, dan ternyata kami salah belok. Alhasil pada saat sinyal GPSnya muncul lagi, ternyata jaraknya tersasar cukup jauh. Kami kembali memutar setelah bertanya dengan penduduk yang kebetulan bangun. Kami pun melanjutkan perjalanan hingga kemudian bertemu dengan penduduk (saat ini sudah jam 00.00) yang menunjukkan jalan dengan kalimat, “jalan terus, kemudian pas nyampai jalan raya belok kanan”. Jalan raya??? Jadi tidak harus melalui jalan tanah yang berbatu-batu ini???? :O

Pada saat sampai di jalan raya dan kemudian belok kanan, kami kembali menemui jalan batu. Sial :|. Perjalanan terus kami lanjutkan, hingga di tengah perjalanan ternyata bensin motor Sigit sekarat. Setelah berdiskusi, saya dan Oki menggunakan motor saya (karena memiliki paling banyak bensin saat itu) untuk mengecek sejauh apa jarak yang tersisa menuju pos pertama. 7 menit kemudian saya pun sampai di pos pertama. Dan ternyata hape saya tidak mendapat sinyal. Saya pun turun sendiri (Oki ditinggal di pos) untuk mengabari teman yang masih dibawah dan kemudian mengurangi beban di motor Sigit dengan membawa carriernya di motor saya. Kami pun sampai di pos pertama perjalanan pada pukul 01.00.

Sepanjang perjalanan menuju pos pertama, saya ga ada menggunakan kamera. Soalnya lagi bawa motor. Bahkan sampai di pos pertama tidak ada menggunakan kamera, karena masih cape habis bawa motor.

Cerita dan foto-foto super cool akan dilanjutkan di post berikutnya. Stay tuned! 😉

Apa lagi yang salah?


Entahlah. Pas ngerasa udah benar ternyata masih juga salah. Yang bener kaya gimana? Ga ada? Trus kenapa kalo yang bener ga ada yang salah ada?

Maunya apa sih. Udah ah. Nyerah berusaha menjaga hubungan dengan manusia. Kalo masih mau ngobrol. Sok. Kalo gak. Ya wes. Aku emang brengsek, egois, munafik, atau apapun kata sifat yang kau hendaki. Ya kalo aku bisa memprogram dikit trus dianggap udah bisa ngerti ama manusia. Kalo manusia robot sih bisa kali dimengerti.

Bah.

Ngobrol sendiri


Seringkali sih pas lagi ngapain gitu (misalnya makan, bawa motor), trus tiba-tiba mikir sesuatu, nah pas lagi mikir ini kaya lagi ngobrol. Dulu pas KAP ada dikasi tau deh apa nama istilahnya. Obrolannya sendiri sih macem-macem. Syukur-syukur yang diobrolin penting, tapi terkadang ga penting juga sih (kenapa sesuatu namanya ‘x’). Tapi pas ngobrol ini terjadi diskusi, nah pas terjadi diskusi muncul kesimpulan kan? Kesimpulan ini ya terkadang dirasa cukup penting untuk diungkapkan.

Biasanya sih media yang digunakan adalah twitter. Tapi permasalahan di post sebelumnya muncul lagi. Sebegitu pentingnya kah sampai harus nge-tweet? Jadi ngerasa attention bitch gitu harus di post dan ada yang ngasi tanggepan. Ya kalo dikasi tanggepan. Kalo ga dikasi tanggepan kesannya kaya protes-protes doang dong, ga dapet feeedback. Kaya misalnya, salah satu hasil diskusi yang udah lama, “orang yang buat design document pasti bisa ngoding”, alasannya, kalau ga bisa ngoding, itu dokumen apa bisa dipercaya? Seenaknya aja ngerancang sesuatu yang mustahil. Nah dari situ muncul “pandangan sinis” terhadap orang yang cuma pengen buat dokumen doang. Kalo aku ngetweet kaya gitu, kesannya gimana coba?

Nah kebetulan tadi pas keingat lagi hasil diskusi itu lagi ada ardhin, jadi diutarakan lah pendapat itu. Si Ardhin setuju, tapi dia bales balik, untuk analisisnya gimana? Nah ternyata ada bolongnya kan pendapat aku itu, karena lupa dengan tahap analisis. Mikirnya selalu dari tahap konstruksi doang. Haha. Kalau cuma ditweet, yakin deh bakal cuma jadi text yang kemudian terpendam di linimasa yang sekian banyak.

Tapi ada permasalahan lain, ngetweet itu bisa dimana saja, ngobrol ama orang ga bisa sembarang orang dan ga bisa sembarang waktu dan tempat.

Seberapa penting sih ngetweet?