Toga sebagai Pakaian Kelulusan


Pernah kah menyadari, bahwa kelulusan dari universitas dimanapun, selalu menggunakan pakaian toga?

Saya sendiri sebenarnya baru menyadari saat wisuda. Walaupun mungkin sedikit ada perbedaan model, tapi baik di universitas Indonesia maupun universitas di amerika tetap menggunakan toga (CMIIW). Kalau coba di cari, katanya toga berasal dari pakaian sehari-hari romawi, yang kemudian berubah menjadi pakaian pejabat, hingga kemudian di zaman sekarang menjadi pakaian kelulusan universitas.

Kira-kira apa ya, yang menjadi alasan pemilihan toga sebagai pakaian kelulusan? Kalau menurut saya, berdasarkan sedikit pengetahuan yang saya miliki, mungkin, alasannya adalah karena romawi pernah menjadi pusat peradaban. Atau mungkin toga sebenarnya dari tiongkok? Kalau dibanding-bandingkan, pakaian tionghoa sedikit mirip toga (agak lebar-lebar gitu…). Yunani sendiri, yang merupakan zamannya Plato, Aristoteles, dan lain-lain, juga mungkin dapat disebut sebagai awal peradaban intelektual, yang kemudian diasimilasi oleh romawi. Menurut saya toga berasal dari salah satu peradaban tersebut, untuk mencerminkan kemapanan secara intelektual.

Tapi entahlah.

Lalu, ada juga aktivitas simbolik memindahkan tali toga dari kiri ke kanan. Tapi entah kenapa di ITB tidak ada dilakukan. Kalau berdasarkan internet, katanya pemindahan itu untuk menyimbolkan berakhirnya penggunaan otak kiri (logika) selama kuliah untuk kemudian digunakan bersama-sama dengan otak kanan (kreativitas dan imajinasi) di dunia nyata. Mungkin di ITB tidak dilakukan karena kedua otaknya harus digunakan agar survive, kali ya?

Tapi, lagi-lagi, entahlah.

Mungkin ada yang mengetahui alasannya secara pasti?

 

Ngobrol sendiri


Seringkali sih pas lagi ngapain gitu (misalnya makan, bawa motor), trus tiba-tiba mikir sesuatu, nah pas lagi mikir ini kaya lagi ngobrol. Dulu pas KAP ada dikasi tau deh apa nama istilahnya. Obrolannya sendiri sih macem-macem. Syukur-syukur yang diobrolin penting, tapi terkadang ga penting juga sih (kenapa sesuatu namanya ‘x’). Tapi pas ngobrol ini terjadi diskusi, nah pas terjadi diskusi muncul kesimpulan kan? Kesimpulan ini ya terkadang dirasa cukup penting untuk diungkapkan.

Biasanya sih media yang digunakan adalah twitter. Tapi permasalahan di post sebelumnya muncul lagi. Sebegitu pentingnya kah sampai harus nge-tweet? Jadi ngerasa attention bitch gitu harus di post dan ada yang ngasi tanggepan. Ya kalo dikasi tanggepan. Kalo ga dikasi tanggepan kesannya kaya protes-protes doang dong, ga dapet feeedback. Kaya misalnya, salah satu hasil diskusi yang udah lama, “orang yang buat design document pasti bisa ngoding”, alasannya, kalau ga bisa ngoding, itu dokumen apa bisa dipercaya? Seenaknya aja ngerancang sesuatu yang mustahil. Nah dari situ muncul “pandangan sinis” terhadap orang yang cuma pengen buat dokumen doang. Kalo aku ngetweet kaya gitu, kesannya gimana coba?

Nah kebetulan tadi pas keingat lagi hasil diskusi itu lagi ada ardhin, jadi diutarakan lah pendapat itu. Si Ardhin setuju, tapi dia bales balik, untuk analisisnya gimana? Nah ternyata ada bolongnya kan pendapat aku itu, karena lupa dengan tahap analisis. Mikirnya selalu dari tahap konstruksi doang. Haha. Kalau cuma ditweet, yakin deh bakal cuma jadi text yang kemudian terpendam di linimasa yang sekian banyak.

Tapi ada permasalahan lain, ngetweet itu bisa dimana saja, ngobrol ama orang ga bisa sembarang orang dan ga bisa sembarang waktu dan tempat.

Seberapa penting sih ngetweet?

If all jobs were of the same status and pays, and require same level of schooling/training, what job would you take?


Itu adalah tweet iseng temen saya, Okihita. Dan saya refleks menjawab dengan beberapa jawaban. Haha. Menurut saya itu pertanyaan yang bagus, karena banyak yang mengejar pekerjaan karena status atau gaji, seperti dokter. Atau karena tidak mampu sekolah tinggi sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan tertentu. Seandainya kalian? Apa yang akan kalian jawab? Kalau saya:

Baca lebih lanjut

A Question about Java. Anyone can help?


I have a question about threading in Java. Maybe I have a wrong concept, but please help me. 😦

The question can be seen here:

http://stackoverflow.com/questions/5581548/java-multi-threading-make-a-thread-wait-for-another-thread-or-joining-different

Edited:
People at StackOverflow is really nice! They give a good answer so quickly 😀 Hope all of my question will be answered 🙂

Edited:

My own answer, see the question at link above.

Okay, somehow I kind of found the answer, not for all though.

Question 1: Thx @noob comment, “Whenever you wait and notify on an object (in this case, lock), you need to execute these actions in a synchronized block”. So I just make the lock in a synchronize block. Like this:

       int gx = (int)Point2D.this.X();
       int gy = (int)Point2D.this.Y();
       Object lock = new Object();
       player.move(gx,gy,lock);
       synchronized(lock){
           try {
               lock.wait();
           } catch (InterruptedException ex){}
       }

Of course, when the lock giving notify also give it a synchronized block. But it’s made a warning: “Synchronization on non-final field”. It is because there is a chance the lock can be modified by other process, and will make a deadlock, because the lock is lose the reference.

Question 2: No. The land is still active. So it’s using the resource. The thread still active while waiting the player thread died. You can use number 1 technique by making the thread wait. Thread that found wait() will give the monitor to other thread. it’s kind of sleep, and wake up when object that invoke wait() invoke notify().

Question 3: Kind of found the answer, but still haven’t trying it, so I won’t answer.

Question 4: Yeah. It is possible. Make the player have a queue of lock instead of a lock. So in move(), instead of setting lock, it’s adding lock to the queue. And the notify also do the same, it’s only notify the front lock. After front lock, give a notify.

Question 5: Thx to @Gandalf answer, but still don’t know whether I’m doing right or not. Don’t know how to test it.