Tomorrow is (should be) a Big Day!


Setelah perjuangan bersimbah darah, besok adalah hari kemerdekaan dari status mahasiswa (or should be). Tapi masih ada paper yang akan dikumpul bulan depan. Dan masih belum dapat menikmati masa pengangguran (langsung kerja T_T. Eh, ^_^ // harus bersyukur)

Hari ini selain syukwis, juga sempat bertemu pertama kali dengan orang tua si doi. Merasa salting.banget.banget. Kirain bakal bisa berkelakuan cukup normal.

Semoga hari esok lancar.

Solid or Diversified?


Pagi tadi adalah gladi resik wisuda ITB periode Juli 2014. Pada saat gladi mencapai kata sambutan dari Rektor, yang diperankan oleh Pak Hasan (Wakil Rektor Bidang Komunikasi, Kemitraan, dan Alumni) — CMIIW — beliau menyampaikan sambutan versinya sendiri.

Selain ucapan selamat, beliau juga menyampaikan jalur kedepannya bagi mahasiswa yang ingin melanjutkan studi. Ada dua jalur yang beliau anjurkan. Jika ingin menjadi dosen, pilih jurusan yang sama dengan jurusan saat ini, baik untuk S2 maupun S3. Sementara jika ingin bergerak di bidang pemerintahan atau lainnya, pilih jurusan yang berbeda. S1 Informatika, S2 Ekonomi, dan S3 mungkin ilmu pemerintahan.

Ini merupakan opini yang menarik. Saya sendiri merasa opini ini cukup baik dan ada benarnya. Ilmu yang terdiversifikasi membuat pandangan lebih luas sehingga tidak terpaku ke satu sisi saja. Pemerintahan menurut saya cukup diperlukan pandangan yang luas dan pemikiran yang out-of-the-box. Maksud saya pemerintahan tentunya bukan hanya orang kantor yang datang kantor duduk leha-leha dapat gaji. Tapi pemimpin yang dapat menggerakkan dan mengawasi bawahan untuk dapat menyelesaikan tugas sebaik-baiknya, sehingga dapat menjamin kehidupan rakyat yang makmur dan sejahtera.

Ilmu yang khusus memang diperlukan untuk menjadi dosen, dimana dosen ini menjadi tokoh utama dalam pelaksanaan riset di universitas. Riset-riset universitas ini sendirinya diharapkan dapat memajukan bangsa dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Kedua pilihan ini merupakan bentuk pengabdian. Suatu saat nanti mungkin saya akan mengalami diversifikasi atau solidifikasi. Kemanapun angin berhembus.

We are the winner! Or not?


Saatnya rakyat Indonesia berpesta! Karena rakyat Indonesia berhasil memperoleh kemenangannya pada pesta demokrasi ini! Bukan karena A atau B menang, tapi karena lebih dari 75% rakyat berpartisipasi dalam pemilu, sebuah rekor yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sayang, pada akhirnya akan sulit pesta ini selesai dengan damai. Berbeda dengan pemilu Jakarta, dimana Fauzi Bowo (Foke) dengan damai mengakui kekelahan, saat ini kedua kelompok calon pemimpin Indonesia malah mengaku menang. Bahkan Quick Count pun memiliki hasil yang berbeda-beda.

Alhasil, pada saat KPU mengumumkan hasil, yang kalah akan berteriak kecurangan karena perhitungan yang ia miliki menyatakan ia menang.

Semoga Indonesia diberikan yang terbaik.

Syukuran Wisuda


Setiap ada kebahagiaan, selalu ada yang namanya syukuran. Demikian juga wisuda, yang notabene hari itu untuk wisudawan.

Kali ini, saya merupakan salah satu orang yang akan diwisuda. Seharusnya sih demikian. Udah dapat toga, dan udah menanda-tangani ijazah. Satu-satunya Informatika 2009 yang lulus periode ini. Bukan karena sangat tepat waktu, teman-teman banyak yang udah duluan di tiga periode sebelumnya. Bukan juga karena sangat telat, masih ada beberapa teman yang belum wisuda.

Setiap periode wisuda, himpunan selalu mengadakan syukuran wisuda. Demikian pula periode ini, yaitu pada hari Senin lalu. Sebenarnya saya enggan datang, karena masa angkatan saya sudah lewat. Ditambah lagi hari kerja, jadi pasti teman-teman seangkatan saya pada ngantor. Tapi ya sudahlah, masih ada teman-teman yang berkata akan datang, jadi demi mereka saya datang (ga hanya demi mereka juga sih sebenarnya, hehe).

Membuat sedih sih, sebenarnya datang. (1) menyadarkan terlalu telat lulus, (2) I almost don’t know anyone. Tapi tetap ada kegembiraan yang diperoleh. (1) meet long time no see friends, (2) got more testimonies than what I expect — I believe coming to the party gave an effect, (3) heard beloved song from beloved one.

I read all of it. Ada yang “err”, ada yang membuat terharu, ada yang membuat pengen nyemangatin. Special thanks to you all, termasuk anon, dan semua inisial yang beberapa gagal saya tebak siapa *maaf*.

Saya orang yang mungkin dikategorikan ansos. I just can’t care enough about it. Sorry. But I treasure every feeling given to me, although I’m not very able to express my feeling to everyone. Thank you everyone.

Sebenarnya pengen masukin foto souvenir dan lain-lain. Tapi terlalu malas untuk mengambil foto menggunakan kamera hp, kemudian memindahkan dari hape ke komputer, kemudian mengupload dari komputer ke wordpress. Ditambah lagi kamera hape ku udah cacat. Haha. Ya sudahlah.

Good night everyone.

Pemilu, Pemecah Bangsa – Sang Pembuat Pilu


Pilu, saat mulai menetapkan pilihan, dan mulai mengungkapkan pendapat, semuanya berubah.

Saya tahu, mungkin pilihan saya tidak sempurna. Tapi kenapa kalian menuhankan pilihan kalian? Pilihan saya cacat. Pilihanmu juga cacat. Tidak ada manusia yang sempurna, teman. Tidakkah kau menyadari dirimu menyakiti teman yang telah bersamamu bertahun-tahun dengan tidak menghargai pilihannya?

Apakah itu yang dinamakan Bhinneka Tunggal Ika? Sudah lupakah dengan doktrinasi SD, berbeda-beda tetapi tetap satu? Ataukah sebenarnya hanya berbeda-beda tetapi cuma satu?

Ya, mungkin sebagian perbedaan tidak pantas diterima. Tetapi kenapa kalian melemparkannya ke orang yang tidak bersalah? Kenapa kalian melampiaskannya ke sahabat kalian, yang telah kalian kenal sekian lama? Pemilu lah yang membuat kalian lupa dengan ikatan tali silaturahmi.

Wahai saudara sebangsa dan setanah air, ingatlah kalian hidup di atas bumi pertiwi. Dengan penuh ragam suku budaya, adat istiadat dan etika. Media sosial, membuat jarak menghilang, sehingga kalian tidak sadar sentilan sederhana dapat menyinggung perasaan saudara kalian di pulau seberang.

Bukan, aku bukan mengeluh karena dari suatu pihak. Kedua pihak mengalami hal yang sama. Kalian mendukung A, tapi berada di daerah B? Semua terasa sedang menjelekkan A. Kalian mendukung B, tapi berada di daerah A? Semua terasa sedang menjelekkan B. Aku berada di keduanya, sehingga merasakan keduanya.

Sungguh menyedihkan. Mungkin karena itulah namanya pemilu. Pilu dengan imbuhan pe-, Pembuat Pilu.

Pemilu 9 Juli 2014


Saat ini saya domisili di Bandung, walaupun kependudukan Pekanbaru, namun telah memiliki A5 yang di-cap, sehingga siap untuk memilih di TPS 9 Juli nanti.

Tapi sebenarnya masih ada masalah yang lebih penting dari itu. Ingin memilih siapa? Sampai detik ini, saya masih belum dapat dengan pasti menentukan pilihan antara A (no urut 1) dan B (no urut 2). Sekarang lagi berusaha untuk menentukan pilihan dengan menulis, kali-kali saja menjadi lebih terstruktur sehingga dapat mengambil keputusan.

Mari bahas dengan perangkat standar, yaitu SWOT (Strength – Weakness – Opportunity – Threat).

Mungkin ada yang belum saya tuliskan,  silahkan komentari dan akan saya tambahkan jika menurut saya tepat, dan bukan black campaign.

Dari SWOT ini, kesimpulan yang saya dapat adalah secara pribadi, A lebih kuat daripada B, tetapi kesempatan yang ditawarkan oleh B lebih menarik dibanding A. Belum lagi ancaman yang mungkin terjadi untuk A. Untuk yang islami sepertinya pilihan sudah bulat jatuh ke A, tidak peduli dengan orba dan HAM, yang penting agama terjamin kemurniannya.

A sendiri, seperti yang telah saya ungkapkan, pribadinya lebih kuat, cocok untuk posisi pemimpin. Tapi koalisi besar sendiri menjadi sebuah ancaman. Perlu diingat, bahwa SBY merupakan militer dan lulusan akmil terbaik, lebih kurang sama seperti A. Bahkan, Demokrat berhasil meraup suara lebih dari 20% sehingga dapat bebas koalisi. Namun tetap saja, banyak keputusan yang cari aman, yang menurut pribadi saya karena janji politik.

Entah karena akhir-akhir ini terlalu banyak yang mendukung A, sehingga saya jadi condong ke B. Ditambah lagi, saya sejak dulu benci yang namanya partai, karena pasti jatuh dengan kepentingan partai, bukan kepentingan negara.

Jika ada pembaca yang ingin berdiskusi, silahkan komentari.

Kenapa KTP untuk umur 17?


Ini hanya sebuah pemikiran iseng.

Sebenarnya bukan KTP yang saya permasalahkan, tetapi adakah sebuah identitas yang berlaku untuk seorang warga negara Indonesia, mulai dari ia lahir, hingga ia meninggal? Apakah seorang bayi, belum menjadi penduduk Indonesia?

Sebenarnya pemikiran ini bermula dari kenyataan banyaknya anak jalanan. Kenapa mereka berada di jalan? Bukankah mereka merupakan tanggung jawab negara? Tapi kemudian jawaban saya atas pertanyaan saya adalah, bagaimana mendata mereka? Belum tentu mereka sudah memiliki KTP, atau bahkan punya keinginan untuk mengurus KTP.

Menurut saya, KTP yang baru ada pada umur 17 tetap diperlukan, tapi perlu ada identitas keseluruhan, yang mengaitkan seluruh identitas lain dengan identitas ini. Semacam single sign-on gitu deh. Kalau di US sono, namanya SSN, alias Social Security Number. Dari kecil (mungkin dari lahir) setiap penduduk (bahkan penduduk asing yang bukan wisatawan) diwajibkan memiliki SSN ini.

Segala sesuatunya perlu berhubungan dengan SSN ini. Mulai dari penghasilan, urusan pembuatan tabungan, surat izin, dan lainnya. Bahkan mungkin juga untuk urusan kesehatan.

Kata seorang sahabat, pas kecil kita menggunakan surat lahir. Nah, apa guna surat lahir ini? Cuma untuk masuk sekolah kan? Kalau mereka bukan orang mampu, dan tidak berpikir untuk sekolah, sehingga tidak mengurus surat lahir, dan kemudian anaknya hidup di jalanan, mereka siapa? Toh surat lahir dipakainya cuma untuk sekolah. Tapi ga tau sih, aku ga pernah ingat surat lahirku dipakainya untuk apa saja.

Sistem di Indonesia emang terkadang rada nyeleneh. Yang gampang dibuat susah. Yang perlu dianggap nyusahin. Entahlah.